Takdir Tuhan siapa yang tau? (VII)
Selang beberapa minggu berikutnya, akhirnya Tince mendapat kabar tentang keberadaan Aminah. Informasi itu ia dapat dari dukun yang pernah ia datangi. Di sebuah pesantren di pinggiran Ibu Kota tempat sekarang Aminah berada. Dengan alamat jelas yang sudah dipegang, Tince mantap meniatkan diri untuk bertemu Aminah. Entah apa yang akan dilakukan ketika mereka bertemu, yang jelas Tince sangat merindukan Aminah.
Sore hari, disaat ufuk mulai tenggelam, disaat awan jingga mulai bergantung, disaat semua harapan mulai terbuka. Tince berpamitan kepada Iroh untuk menemui Aminah. Dengan doa dan berbekal seadanya, Tince pun bergegas dan berangkat ke tempat tujuan. Perjalanan selama dua jam mulai ditempuh, bukan karena lokasinya yang jauh, tetapi karena macet jalanan yang terlalu menyita. Sesampainya di tempat tujuan. Di gerbang pintu masuk, Tince berdiri menatap spanduk lusuh bertuliskan “PESANTREN AL-MUBAROKAH”, “Oh ya… apa benar disini ada Aminah?” berbisik hati Tince. Badannya kaku, tatapannya kosong, belum juga Tince melangkah masuk, ia dikejutkan oleh seorang wanita berkerudung putih mirip Aminah. “Astaga….”
“Tince! Hei! “ Sontak perempuan itu menyapa Tince.
“Benar… ini benar-benar Aminah, Ya Tuhan.” Berkata Tince dalam hati.
“Hei Tince, kok bisa ada disini?” tanya perempuan itu yang ternyata benar adalah Aminah.
“Oh.. Minah ya? eh.. engga kok tadi kebetulan dari WC.” jawab Tince yang mulai salah tingkah.
Apa tidak terlalu cepat? Baru saja datang melihat-melihat, astaga… sudah bertemu lagi Aminah. Indah… memang indah rencana Sang Kuasa.
Waktu menjelang magrib, sekitar sepuluh menit lagi adzan berkumandang. Aminah lekas mengajak Tince untuk bersiap-siap sholat berjamaah. Penasaran akan kedatangan Tince, Aminah tidak langsung menanyakan hal itu, tetapi ia malah berbaik hati mengajak Tince untuk menikmati malam di Pesantren. Gugup, tidak tahu harus menjawab apa, Tince mengiyakan saja ajakan Aminah. Entah apa yang akan dilakukannya. Yang jelas, bertemu dan menatap mukanya saja bersyukurnya bukan main.
Setelah shalat magrib berjamaah. Di dalam masjid pesantren AL-MUBAROKAH. Ramai lantunan ayat suci Al-Quran menggema dibacakan oleh anak kecil, orang dewasa, orang tua, Aminah, terkecuali Tince yang hanya mendengarkan saja. Selesai baca Al-Quran, kegiatan dilanjutkan oleh kulimis (kuliah lima menit menjelang Isya). Kuliah ini bukan kuliah biasa, bukan haji, ustadz, ataupun orang berilmu yang menyampaikan materi di kuliah ini, tetapi siapa saja yang mau berbagi cerita, kisah hidup, ataupun makna kehidupan yang pernah dialami oleh seseorang. Saat itu Aminah yang berkesempatan mengisi materi di kuliah ini. Iya Aminah, wanita yang sedang dipandangi oleh Tince. Mendengarkan apa yang disampaikan oleh Aminah, Tince mulai tersadar, memahami dan menemukan jawaban apa yang dicarinya selama ini.
Dibalik pencariannya selama ini, ternyata tidak sia-sia apa yang didapatkannya, bukan hanya Aminah, tapi suasana ini mengingatkannya pada panti asuhannya dulu, bahkan lebih, terbesit akan petunjuk-petunjuk Tuhan yang mulai menyadarkannya. Pertemuannya dengan Umairoh, perasaan hatinya pada seorang wanita, suasana keagamaan seperti ini, ah… Apakah Tuhan mulai rindu padaku yang dulu? Takdir Tuhan siapa yang tau?
Malam terang. Bintang gemintang mulai tersusun di angkasa. Selesai sholat Isya. Selesai aktifitas di masjid. Aminah menceritakan semuanya pada Tince, tidak berdua, belum muhrim, tidak juga bertiga ditemani setan, tapi ditemani bu haji yang memang dekat dengan Aminah. Dibalik kepergiannya selama ini, ternyata ia ingin lebih dekat dengan Tuhan, menyertakan rasa dan cintanya kepada Tuhan, ia sadar kalau Tince menyukainya, tetapi ia juga sadar bahwa Tince belum sepenuhnya serius. Maksud hati ingin menyampaikan, Tince terlebih dahulu sadar akan maksud dari Aminah, mungkin benar apa yang dikatakan Umairoh, jika seseorang sedang jatuh cinta, jangan sampai terbawa dan terbutakan oleh nafsu, ingat Tuhan yang membolak-balikan hati seseorang, minta ridho-Nya, kalaupun belum waktunya, tetaplah ikhtiar dan sabar, tentu Tuhan sedang menyiapkan pasangan yang terbaik, menyiapkan waktu yang tepat, menyiapkan pertemuan yang indah, oleh karena itu kita pun harus berbenah diri menjadi diri yang lebih baik lagi, mempelajari rasa dan menjemput cinta atas keridhoan-Nya.
Iya, mempersiapkan diri, mempelajari rasa dan menjemput cinta atas keridhoan-Nya
Komentar
Posting Komentar